Kamis, 15 Oktober 2015

Bira dan Bara Primadona dari Bulukumba


Tidak akan pernah habis rasanya jika bercerita  tentang keindahan pantai – pantai yang ada di Indonesia. Salah satu pantai di Indonesia yang sangat cantik dan eksotis adalah Pantai Tanjung Bira. Pantai Tanjung Bira merupakan salah satu pantai yang sangat terkenal sekali di provinsi Sulawesi Selatan. Pantai Tanjung Bira terletak di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Pantai dengan keindahan serta kenyamanannya membuat pantai ini terlihat bersih, rapi dan mempunyai air yang jernih. Karena keindahan dan kenyamanannya tersebut, Pantai Tanjung Bira sudah sangat terkenal di kalangan backpacker atau traveller Indonesia. Maka dari itu tidak heran rasanya jika banyak wisatawan domestik hingga wisatawan asing dari berbagai negara berlibur ke tempat wisata yang satu ini.
Tanjung Bira taken from mainstream angle
Tak terasa senja pun mulai menyapa melalui biasannya yang kuning keemasan itu, seketika jiwa kami pun hanyut dan tenggelam dalam indahnya langit sore ini di Selatan Sulawesi. Terbuai kami dibuatnya, hingga lupa untuk mengabadikan matahari terbenam dari bibir Pantai Bira. Enjoy the beauty of a sunset and enjoy nature's farewell kiss for the night. Thank God, i'm still alive and enjoy the perfect sunset today. I dunno how to describe what i feel right now, above the sand and bellow golden sky. Awsome !!!!! Malam pun datang, rembulan tersenyum manis dari kejauhan, serta ribuan bintang bertaburan di angkasa mengantarku kembali ke penginapan. Saatnya menarik semilut dan memejamkan mata, tak lupa berdoa pada Tuhan agar esok lebih baik.
Sunset from above South Sulawesi sky
What time is it ? too late to see the sunrise ! Oke, no problem mukin belum rezeki. Segera ku habiskan sarapan pagi ini dan mengambil peralatan snorkling ku. Sejauh mata memandang, kapal-kapal nelayan berjajar rapi di Bibir Pantai Bira dan salah satu diantaranya ada kapal sewaan yang akan mengantar kami ke pulau di seberang sana. Yap... Pulau Kambing dan Pulau Likuang Loe. Dua pulau yang wajib di kunjungi saat berada di Tanjung Bira. Sesampainya di Pulau Kambing, kami disuguhkan pemandangan tebing batu gamping yang sangat indah. Pemandangan bawah airnya pun tidak kalah indahnya. Dengan warna air yang terlihat biru bening bak crystal water, warna-warni koral (soft dan hard), serta ikan-ikan yang berkerumun diberbagai sisi.
Kapal yang siap mengantar kami menuju Pulau kambing dan Pulau Likuang Loe
Pulau Kambing
Pulau Kambing : Spot terbaik untuk snorkeling (jika beruntung seperti saya, di spot ini anda bisa menemukan hiu kecil yang bermain di bawah tebing batu ini)
Setelah puas mengintip underwater garden di Pulau Kambing, kami menuju Pulau Likuang Loe yang terletak tidak terlalu jauh dari Pantai Bira utnuk melanjutkan snorkeling. Setelah puas snorkeling, kami mampir di sebuah kedai es kelapa muda yang hanya ada satu-satunya di pulau ini utnuk melepas lelah dan dahaga karena seharian bermain air. Sambil menunggu kelapa kami datang, kami pun sibuk ber-foto-ria mengabadikan pulau Likuang Loe yang menawan. Diatas hammcok yang mengayun santai, mata ku terpejam perlahan, membiarkan angin pantai sepoi-sepoi menyentuh kulit ku.
Jump and Swim at Likuang Loe Island

Matahari semakin tinggi, menyilaukan mata ku yang terpejam, membakar kulit ku hingga terlihat sedikit coklat an eksotis, waktunya kami pulang menuju Pantai Bira. Pemandangan siang itu pun sungguh luar biasa, melihat warna laut kehijauan di tepi pantai dan semakin kebiruan menuju perairan lepas. Tanjung Bira atau Pantai Bira terkenal dengan Pasir pantainya yang selembut tepung, ombak yang tidak terlalu besar, airnya yang bening dengan gradasi sempurna hijau dan biru. 

Tanjung Bira water sport
Add caption Crystal water in Tanjung Bira, view taken from the boat
Dari Pantai Bira, kami pun menghabiskan hari ini untuk menuju Pantai Bara. Pantai bara yang masih sepi dari pengunjung, menjadikan alternatif bagi yang menginginkan suasana tenang, hening, dan jauh dari keramaian. Sama seperti Pantai Bira, Pantai Bara adalah primadona dari Bulukumba yang memiliki karakteristik pantai dengan pasirnya yang seputih dan selembut tepung, ombaknya yang tenang dan konon ada masa dimana Tanjung Bara lebih indah dari Tanjung Bira, dan begitupun sebaliknya. Tergantung musim dan angin, kemana pasir putih halus itu terbawa. Tidak hanya itu, Tanjung Bira dan Tanjung Bara pun seperti sepasang kekasih dari Selatan Sulawesi yang saling bertemu tepat di musim tertentu, Romantic...! That's the reason why i said "Bira dan Bara Primadona dari Bulukumba"

Tanjung Bara konon adalah kekasihnya Tanjung Bira
Pesona Bira dan Bara memang tidak ada habisnya, tak puas bila hanya sehari menikmati keindahannya. Sebelum langit mulai menguning dan siang berganti malam, kami sempatkan untuk melihat pembuatan kapal Phinisi yang terkenal sampai ke penjuru negeri. Ya, nenek moyang kami kan seorang pelaut. Jadi wajar saja bila kami hebat dalam pembuatan kapal. hehehe. Kapal Phinisi adalah kapal legendaris Indonesia yang dibuat oleh Masyarakat Suku Bugis, nama Phinisi merujuk pada jenis layar yang khas.
Process of shipbuilding phinisi in Bulukumba
Phinisi Ship made in Bulukumba, South Sulawesi - Indonesia
Pembuatan kapal Phinisi ini dasarnya sipenuhi dengan ritual adat, sama seperti pesta kematian di Tana Toraja. Menjadi keberuntungan tersendiri jika pengunjung yang datang melihat proses upacara adat pembuatan kapal phinisi (Unfortunately, i'm not). Overland di Tanjung Bira pun berakhir setelah beberapa hari kami nimati. Esok hari, harus bergegas kembali menuju Makassar untuk melanjutkan pekerjaan yang mulai menumpuk karena di tinggal liburan. Tanjung Bira sangat cocok untuk dijadikan destinasi #MembubuhAkhirPekan dengan segala keindahannya. Let's go somewhere.....
[Last Day] Perfect sunset at Tanjung Bira as the closing day

GOOD TIME + CRAZY FRIENDS = AMAZING MEMORIES

Minggu, 11 Oktober 2015

Gunung Nona, Aurat yang Tak Haram Dipandang Mata

Indonesia sudah dikenal dengan keragaman budaya serta sumber daya alam yang melimpah. Kombinasi tersebut membuat negeri ini memiliki banyak  destinasi wisata yang tidak akan pernah habis untuk dijelajahi. Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi dengan tingkat perekonomian yang berkembang pesat di kawasan timur Indonesia juga mempunyai banyak tempat wisata. Setiap kabupaten di Sulawesi Selatan khas dengan masing-masing tempat wisata ataupun kulinernya.

Berkunjung ke Tana Toraja, dirasa kurang pas jika tidak mampir beristirahat sejenak di Bambapuang. Pasalnya, Anda akan melihat gunung berbentuk kelamin wanita (Miss V).  Gunung Buttu Kabobong merupakan salah satu objek wisata yang sangat terkenal di Kabupaten Enrekang. Buttu berarti gunung, sedangkan Kabobong berarti erotis. Struktur batu gunung ini terdiri dari batu pasir yang merupakan dasar laut yang terangkat melalui proses yang cukup panjang sehingga terbentuk gunung ini.

Gunung Nona, yang terletak di Kabupaten Enrekang

Salah satu kabupaten yang wajib anda kunjungi saat berada di sulawesi selatan adalah kabupaten Enrekang yang berbatasan langsung dengan Tana Toraja  sebelah utara, Kabupaten Luwu sebelah timur, kabupaten Sidrap sebelah selatan dan Kabupaten Pinrang di sebelah barat. Gunung ini menjadi menarik dan terkenal karena bentuknya yang sangat unik, yaitu menyerupai alat kelamin wanita. Oleh karena itu, banyak orang menyebutnya dengan sebutan Gunung Nona. Gunung Nona berada sekitar 300 km dari Makassar yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat sebelum sampai ke Tana Toraja. Tempat ini berada di dataran tinggi karena itu udaranya sangat sejuk dan selalu digunakan wisatawan sebagai tempat transit sebelum ke Tana Toraja. Terletak di desa Bambapuang Kecamatan Anggeraja, sekitar 16 km dari Kota Enrekang arah utara menuju Tana Toraja, gunung ini berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut.

Keunikannya membuat wisatawan senang mengabadikan momen foto bersama dengan latar Gunung Nona di Belakangnya

Karena bentuknya yang unik tersebut, Gunung Nona ini selalu dijadikan spot menarik bagi wisatawan lokal maupun asing untuk mengambil gambar. Satu-satunya aurat yang tak haram bila di pandang mata, Saat paling tepat untuk menikmati pemandangan alam dan hawa yang sejuk dari Gunung Nona ini adalah sore hari. Saat udara sedang dingin-dinginnya dan Gunung Nona menampakkan pemandangannya yang sungguh memesona. Tak lupa pula, ditemani dengan secangkir kopi Toraja panas semakin membuat Anda betah berlama-lama memandang Gunung Nona. Oh God, it's little piece of Heaven on Earth... i'm fallin' love so much !


Memandangi erotisnya Gunung Nona ditemani dengan secangkir teh atau kopi hangat


Look deep into nature and then you will understand everything better


Rabu, 07 Oktober 2015

Jangan Mati, Sebelum Melihat Pesta Kematian

“Jangan mati sebelum melihat pesta kematian” kalimat ini terlintas saat kedua kaki kecil ku mulai menapak Bumi Toraja. Melanjutkan perjalanan ku di Makassar, aku bergeser sidikit ke Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan yang menyimpan keunikan budaya yang tiada tandingannya di dunia. Alasan ini lah yang menjadikan Tana Toraja sangat dikenal di kalangan wisatawan mancanegara.

Menempuh 8 jam perjalanan dari kota Makassar menuju Kabupaten Toraja Utara membuat pinggang dan lutut ku lelah serta sedikit membosankan. Syukurlah, pemandangan bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi di kanan dan kiri mampu membunuh rasa bosan ku. terlintas di benak ku “worth it kah perjalanan ku ini ?”. “Selamat Datang di Tana Toraja”, rasa lelah dan kantuk menghilang seketika bak disiram kopi Toraja saat itu ketika sadar telah sampai di Rantepo.

Rute perjalanan dari Kota Makassar menuju Kabupaten Toraja Utara
Gapura penyambutan yang terdapat di pintu masuk Desa Rantepao - Tana Toraja


Tak sabar untuk segera turun dari mobil dan Melihat deratan rumah adat khas Toraja yang dihiasi susunan tanduk kerbau serta ukiranya yang khas di setiap dinding-dinding Tongkonan, mengesankan. Ini, kali pertamanya aku berkunjung ke negeri sejuta cerita and… speechless ! Tongkonan-tongkonan disini lengkap dengan ornamen2 khas tana toraja, serta tanduk kerbau yg di susun rapi meningkat ke atas di depan rumah adat nya. Semakin tinggi tanduk kerbau yg terpasang di depan rumah, menunjukan semakin tinggi pula status sosial sang pemilik rumah.

Tongkonan yang terlihat dari pintu gerbang Desa Kete'Kesu
 Tongkonan yang saling berhadapan dan berbaris rapih, memenuhi desa Kete'Kesu
Ornamen dan susunan tanduk kerbau yang melambangkan status sosial pemiliknya. Semakin banyak tanduk yang tersusun, maka semakin tinggi status sosial keluarga yang mendiami tongkonan tsb.

Tidak hanya tongkonan yang aku lihat di Desa Ke’tekesu ini, aku pun di ajak menuju Londa tempat melihat dan memasuki kuburan batu yang terletak di dalam goa. Peti dan tengkorak pun berserakan sepanjang pintu masuk Ke’tekesu sampai dengan di dalam goa. Tengkorak yang berserakan tersebut tidak boleh dipindah sembarangan, untuk memindahkannya diperlukan upacara adat terlebih dahulu.

Londa (Tampak Luar)
 Tumpukan peti berisikan jenazah yang terdapat di tiap-tiap dinding goa, semakin tinggi peti yang di taruh di dinding goa maka semakin tinggi pula derajat atau status soisal dari jenazah yang dikuburkan
 Tengkorak dan tulang belulang yang terdapat di luar maupun di dalam goa tidak dapat dipindahkan / digeser sembarangan. Perlu upacara adat untuk memindahkan atau menggeser tengkorak dan tulang belulang tsb.

Dari Ke’tekesu aku melangkah lagi menuju Lemo, merupakan kuburan yang dibentuk di dinding bukit dan awalnya khusus diperuntukan bagi bangsawan suku Toraja. Ada lebih dari 70 buah lubang batu kuno menempel di dindingnya dan padanya disimpan patung kayu (tao-tao) sebagai representasi dari mereka yang sudah meninggal. Tidak semua orang Toraja bisa dibuatkan tao-tao, hanya kalangan bangsawan saja yang berhak dibuatkan tao-tao dan itu pun setelah memenuhi persyaratan adat.

Kuburan Lemo yang terlihat dari depan

Puas mengunjungi Lemo, aku berbalik badan untuk melihat kuburan lainnya seperti Kambira. Fungsi Kambira sama dengan Londa dan Lemo, namun lebih di peruntukan bagi bayi dibawah umur lima tahun (balita). Kuburan bayi ini disebut Passiliran, Lokasi Pekuburan Bayi ini  di Kambira. Hanya Bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah lubang di pohon Tarra‘. Bayi bayai tersebut dianggap masih suci. Pilihan Pohon Tarra‘ sebagai pekuburan karena pohon ini memiliki banyak getah, yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu. Dan mereka menganggap seakan akan bayi tersebut dikembalikan ke rahim ibunya. Dan berharap, pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang lahir kemudian.

Pohon Tarra, digunakan untuk menguburkan bayi yang belum tumbuh gigi dan konon pohon Tarra memiliki getah sebagai air susi untuk bayi-bayi yang di kuburkan didalamnya.


Langit pun mulai sedikit menghitam, tanda hujan akan turun. Tak selang beberapa lama rintik-rintik air langit jatuh dan kabut pun mulai turun ke Bumi Toraja saat itu. Aku berlari menuju mobil tanpa memperdulikan lagi sang Tour Guide yang sedang asyik menceritakan sejarah Kambira. Udara Tana Toraja semakin dingin, kabut sore itu mulai turun ke pedesaan, mantel bulu angsa pun rasanya tak cukup hangat menutupi tubuh kecilku ini. Pak supir membawa kami pada suatu kedai kopi sederhana di sudut pasar, tokonya yang imut dengan material kayu pada setiap ruang dan dindingnya serta tak ketinggalan pula susunan tanduk kerbau membuat ku merasa hangat ditengah dinginnya Tana Toraja.  Terlihat seorang gadis muda membawa nampan dan secangkir kopi hitam Toraja lengkap dengan asapnya yang mengepul datang menghampiri meja ku, perlahan ku seruput kopi itu dan hangatnya seketika mengusir dingin di tubuhku. Sluuuurrrpp... yumm !

 Kedai Kopi Toraya, daat di temukan di pasar Rantepao
Souvenir yang terdapat di pasar Rantepao

It's a wonderful journey to visit Tana Toraja. Memanjakan setiap wisatawan yang berkunjung dengan sajian alam dan budayanya yang memukau. 




Senin, 28 September 2015

Nyasar di Makassar


Kalau kalian berpikir Jakarta adalah satu-satunya kota di Indonesia yang macetnya gak ada obat, kalian salah !! Ketika tiba di Bandara Hasanuddin, hiruk pikuk kota Makassar dengan segala kemeriahannya sangat terasa sejak kaki ini melangkah keluar menuju pintu kedatangan. Padatnya kendaraan yang memenuhi sisi kanan dan kiri jalan di Kota Makassar, mengingatkan ku dengan kondisi Ibu Kota “Duh Macetnya Makassar”. Saya jadi bertanya pada diri sendiri, mungkin virus kemacatan kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa seperti Jakarta sudah menyebar ke mana-mana, termasuk kota Anging Mammiri ini. Ah, semoga itu tidak benar. (sayangnya, itu adalah fakta)

Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar - Indonesia

            Kota metropolitan ! sebutan itu mingkin akan dimiliki juga oleh kota ini beberapa tahun lagi, dan saya hanyut dalam keramaiannya. Melihat betapa sibuknya kota Makassar hari ini, membuat saya kehilangan arah tujuan perjalanan kali ini. Terjebak di kota se-besar-Makassar, nyasar? Sudah pasti !! saya tidak tahu harus memulai perjalanan ini dari mana, Hiruk pikuknya sukses menenggelamkan ku di Negeri Pisang Epe. Tidak ada teman perjalanan dan tidak ada yang dikenal satu pun di kota ini, balik lagi ke Jakarta? No way ! ini sudah terlalu jauh untuk kembali pulang.

Peta Jakarta menuju Makassar

Pantai Lossari is Icon City of Makassar

            Bermodalkan smartphone dan paket data unlimited, mbah google siap menawarkan sejuta pesona kota Makassar yang bisa membuai para backpacker atau traveler.  Tidak hanya wisata alamnya yang tersohor disini, kota Makassar juga memiliki berbagai macam makanan khas yang dibuat dengan puluhan rempah-rempah terbaik di Indonesia dan siap memanjakan pecinta kuliner. Tidak ketinggalan pula wisata sejarah seperti Benteng Fort Rotterdam yang berada ditengah keramaian kota Makassar. And I think, it was a bautiful mistake.

Coto Makassar adalah Makanan khas kota Makassar yang kaya dengan bumbu dan rempah-rempah pilihan. Nikmat sekali bila disajikan berdampingan dengan ketupat.


            Let’s get lost… perjalanan dimulai dari Pegunungan Karst (kapur), lokasinya di Rammang-rammang di wilayah Maros Pangkep, Makassar. untuk bisa sampai disana, saya harus menaiki perahu kecil dan melintasi sungai yang cukup panjang dengan pohon bakau yang ada di kanan dan kirinya selama 30 menit. Oh, God this is heaven on Earth ! Pemandangan hijau bak permadani di kaki langit tersaji indah di depan mata. Angin yang berhembus lembut sampai ketelinga, seakan Tuhan sedang berbisik pada ku “Life is an absurd journey, just enjoy the show” 

 Perjalanan menuju Rammang-Rammang dengan perahu kecil berkapasitas 10 orang, membelah sungai dan hutan pohon bakau di kanan dan kiri.
Hamparan permadani hijau dikaki bukit kapur yang menjulang tinggi ini terdapat di Desa Rammang-rammang, Makassar - Sulawesi Selatan, Indonesia


            Puas menikmati hijaunya desa di bawah kaki bukit kapur, kaki ini melayang ke Leang-Leang. Leang-leang terletak di Taman Nasional Batimumurung Bulusarung, (masih) di daerah maros. Di Leang-leang terdapat banyak batuan karst dengan bentuk yang beraneka ragam dan Goa Prasejarah yang sangat menarik. Goa ini dulunya sebagai tinggal tempat dan penghuninya meninggalkan jejak dalam berbagai bentuk gambar di dinding goa. 



 Taman Nasional Bantimurung yang terdapat konservasi kupu-kupu di tengah bukit kapur yang menjulang tinggi disekelilingnya


Hamparan batu kapur di atas rumput hijau yang berbaris seperti Gigi Hiu serta cetakan telapak tangan adalah bukti dari kehidupan zaman pra sejarah yang mendiami Goa Leang-leang.

Langit mulai memerah, tanda sang surya kembali keperaduannya. Sudah cukup tamasya hari ini, tiba saatnya untuk mengistirahatkan tubuh kecil ku. Memberikan sedikit waktu pada kedua kaki kecil ini, karena esok perjalannan masih panjang. Bersyukurlah hostel ku tidak terlalu jauh dengan Pantai Lossari, menikmati serah terima tugas antara matahari dan bulan ditemani satu porsi pisang epe khas Kota Makassar. Perfectly !

          

Warna merah keemasan yang membias indah di langit Makassar